Potretone.com Sanana,- Suasana politik di internal DPRD Kabupaten Kepulauan Sula kembali memanas. Kali ini, pernyataan bernada sinis dari Staf Ahli Ketua DPRD, Sahrul Ipa yang juga dikenal sebagai bagian dari lingkaran dekat Ketua DPRD, Ahkam Gajali menuai respons keras dari Tenaga Ahli Fraksi Demokrat, Darmawan Buamona.
Penyebabnya adalah kritik terhadap kegiatan kunjungan kerja (kunker) anggota DPRD, Masmina Ali Umacina, ke wilayah terdampak banjir di Pulau Mangoli.
Masmina, yang merupakan anggota DPRD aktif dari Fraksi Demokrat, diketahui melakukan kunjungan langsung ke sejumlah titik infrastruktur yang rusak akibat banjir besar, termasuk jembatan penghubung antara Desa Capalulu dan Wai U. Kunjungan tersebut menuai sorotan tajam dari Sahrul Ipa, yang menyebut langkah tersebut sebagai “pencitraan” dan mempertanyakan dasar formal kunjungan tersebut. Namun sindiran itu justru menjadi bumerang.
Darmawan Buamona, Tenaga Ahli Fraksi Demokrat, tak tinggal diam. Dalam wawancara dengan sejumlah media pada Kamis (9/10), Darmawan menyayangkan pernyataan Sahrul yang dinilai melecehkan tugas pokok anggota DPRD.
“Kunjungan Ibu Masmina adalah bentuk kepedulian nyata sebagai wakil rakyat. Ia hadir untuk melihat langsung kondisi warga dan mendengarkan apa yang mereka butuhkan. Itu bukan pencitraan, itu bagian dari tugasnya sebagai anggota DPRD,” tegas Darmawan.
Ia menilai, logika yang digunakan oleh Sahrul sangat sempit dan menunjukkan ketidaktahuan terhadap fungsi dasar legislatif, khususnya dalam konteks penanganan bencana.
“Kalau ada infrastruktur rusak, lalu anggota dewan datang meninjau langsung, itu justru langkah yang harus diapresiasi. Jangan dibalik logikanya,” katanya lagi.
Menurut Darmawan, fungsi anggota DPRD bukan hanya hadir dalam forum-forum formal di ruang rapat. Justru, kedekatan dengan masyarakat dalam kondisi sulit adalah bentuk pengabdian sejati. Ia menyebut komentar sinis dari Sahrul sebagai bentuk arogansi elit yang tidak berpijak pada realitas warga di lapangan.
“Kita ini bicara soal empati dan tanggung jawab, bukan soal protokoler kaku. Anggota DPRD itu wakil rakyat, bukan robot administratif,” ujarnya lantang.
Lebih jauh, Darmawan menekankan bahwa alat kelengkapan dewan seperti komisi tidak boleh dijadikan alasan untuk membatasi gerak wakil rakyat.
“Struktur komisi itu alat kerja, bukan pagar pembatas. Kalau ada masalah rakyat, semua anggota DPRD wajib peduli, tak peduli dia duduk di Komisi apa,” katanya.
Tak hanya itu, Darmawan juga membela penggunaan media sosial oleh Masmina dalam mendokumentasikan kegiatan kunjungan tersebut. Ia menyebut medsos sebagai saluran informasi publik yang sah dan strategis di era digital.
“Menyampaikan aspirasi atau kondisi lapangan lewat medsos bukanlah hal yang tabu. Justru itu memperkuat transparansi dan keterhubungan antara wakil rakyat dan konstituennya,” tambahnya.
Meski tidak menyebut nama secara langsung, pernyataan Sahrul Ipa yang dilansir dari salah satu media lokal sebelumnya menyebut bahwa “beberapa anggota dewan sibuk cari panggung” di tengah bencana, dan “berkegiatan tanpa koordinasi jelas”. Pernyataan itu diyakini mengarah pada aktivitas Masmina Ali Umacina, yang terekam aktif dalam peninjauan lapangan dan membagikan informasi melalui akun media sosial pribadinya.
Darmawan menilai, reaksi semacam itu menunjukkan bahwa sebagian staf pendamping di DPRD belum memahami batas kewenangan mereka.
“Staf ahli seharusnya memperkuat kerja lembaga, bukan justru membuat gaduh dengan komentar nyinyir yang tidak produktif,” tandasnya.
Di akhir pernyataannya, Darmawan memberikan sindiran halus namun tajam kepada lingkaran dekat Ketua DPRD Ahkam Gajali. Ia menyebut bahwa staf ahli seharusnya menjaga kualitas diskursus politik, bukan justru memelihara kultur saling sindir yang melemahkan etos kerja anggota dewan.
“Kalau staf ahli kebakaran jenggot karena anggota dewan kerja di lapangan, itu artinya mereka tidak paham siapa yang sebenarnya sedang bekerja untuk rakyat,” pungkasnya.
Insiden ini menunjukkan bahwa meskipun bencana menyatukan masyarakat, dalam tubuh lembaga DPRD sendiri masih terdapat gesekan internal terkait persepsi terhadap peran dan kerja wakil rakyat. Di tengah upaya pemulihan pascabencana, pertikaian semacam ini dinilai banyak pihak sebagai kontraproduktif terhadap semangat pelayanan publik.
Kini publik menanti apakah Ketua DPRD akan turun tangan menengahi ketegangan ini, atau justru membiarkannya menjadi preseden buruk bagi budaya kerja kelembagaan di DPRD Kepulauan Sula. (Ra)